Pusaka Kalam Gelar FGD: Bahas Strategi Pengelolaan Limbah Cair Kelapa Sawit


Bogor
- Dalam rangka mendukung penyusunan roadmap pengurangan emisi gas rumah kaca serta optimalisasi pemanfaatan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS), Pusat Kajian, Advokasi, dan Konservasi Alam (Pusaka Kalam) menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Permasalahan dan Strategi Pengelolaan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) secara Optimal dan Berkelanjutan”, pada Rabu, 20 November 2024.

Bertempat di IPB International Convention Center. Acara ini menghadirkan berbagai pakar dan praktisi lintas disiplin, termasuk akademisi, peneliti, dan pelaku industri, yang bersama-sama mengeksplorasi pendekatan terbaik dalam pengelolaan LCPKS secara komprehensif.

Ketua Dewan Pakar Pusaka Kalam, Prof. Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA, dalam sambutannya menekankan pentingnya perubahan mindset dari anggapan bahwa LCPKS itu berbahaya bagi lingkungan dan tidak bernilai ekonomi menjadi sebuah sumber daya yang bernilai ekonomi tinggi jika dikelola secara profesional.

Ia juga menambahkan bahwa LCPKS seharusnya dipandang sebagai "harta karun", mengingat kandungan haranya yang sangat berharga bagi peningkatan produktivitas tanaman kelapa sawit.

Kegiatan yang terbagi dalam dua sesi tersebut diawali dengan pembahasan tentang tantangan mendasar dan perkembangan teknologi seperti Land Application (LA) dan Methane Capture (MC).

Dr. Ir. Basuki Sumawinata sebagai pembicara pembuka dalam kesempatannya menyatakan bahwa walaupun limbah terproses yang memiliki BOD bernilai 100 mg/L dibuang ke sungai juga sangat berbahaya bagi lingkungan dan memiliki potensi terjadinya fenomena eutrofikasi yang pada gilirannya dapat merusak biota perairan.

Selain berbahaya, tindakan pembuangan limbah ke sungai juga menjadi sia-sia karena banyak kandungan hara yang terbuang secara percuma. Adapun upaya untuk menghindari terjadinya emisi karbon dalam Land Application (LA), Dr. Basuki menyoroti perlunya pengukuran nilai potensial redoks (Eh).

Nilai Eh di bawah -150 mV menunjukkan potensi metana yang tinggi, sedangkan nilai di atas -150 mV relatif aman,” ungkap Dr. Basuki.

Dalam diskusi lanjutan, Prof. Dr. Ir. Suprihatin, Guru Besar Fakultas Teknologi Pertanian IPB University menyoroti dampak negatif LCPKS terhadap lingkungan jika tidak dikelola dengan baik. Ia menjelaskan bahwa polutan utama dalam LCPKS mencakup bahan organik seperti BOD (Biochemical Oxygen Demand) dan COD (Chemical Oxygen Demand), minyak/lemak, nutrien, serta TSS (Total Suspended Solids). “Tanpa pengolahan yang tepat, komponen-komponen ini dapat menimbulkan kerusakan serius pada lingkungan,” jelasnya.

Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya pengolahan LCPKS sebelum dilepaskan ke lingkungan, guna meminimalkan dampak negatifnya. Prof. Suprihatin juga menjelaskan bahwa saat ini telah tersedia berbagai teknologi untuk pengolahan LCPKS, baik teknologi konvensional maupun yang lebih maju (advanced technology). Setiap teknologi, menurutnya, memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.

“Pemilihan teknologi yang paling sesuai harus mempertimbangkan tiga aspek utama, yaitu ekonomi, lingkungan, dan sosial, serta disesuaikan dengan kondisi lokasi dan kebijakan pengelola perusahaan,” tambahnya.

Sementara itu, Prof. Dr. Eng. Ir. Udin Hasanudin, M.T. dari Universitas Lampung dalam kesempatannya menjelaskan bahwa membuang air limbah sawit ke sungai itu banyak masalah yang ditimbulkan walaupun sudah memenuhi baku mutu. Ia juga mengharapkan, melalui FGD kali ini, kita harus menentukan parameter apa yang muda diukur, sehingga bisa digunakan sebagai indikator yang dapat diaplikasikan.

Turut hadir, Dr. Haskarlianus Pasang dari PT. SMART Tbk yang berbagi pengalaman tentang penerapan strategi pengelolaan LCPKS dalam praktik industri. Dalam pemaparannya ia menjelaskan bahwa pemanfaatan LCPKS sangat bermanfaat untuk lingkungan, agronomi maupun ekonomi. Melalui penggunaan LCPKS, dapat menjadi sumber bahan organik untuk kesuburan dan penambah bahan organik yang semakin terbatas, juga bisa menjadi sumber energi terbarukan.

Memasuki sesi kedua, diskusi dilanjutkan dengan pemaparan dari Peneliti Pusaka Kalam Dr. Ir. Gunawan Djajakirana, M.Sc, yang menguraikan roadmap pengelolaan LCPKS yang terintegrasi dengan menyoroti pentingnya sinergi antara teknologi dan kebijakan.

Dr. Gunawan menyatakan bahwa keberadaan BOD dan COD dalam LCPKS bukanlah ancaman, melainkan peluang. “Tingginya BOD dan COD meningkatkan kandungan unsur hara, tetapi juga membutuhkan pengelolaan amoniak yang lebih ketat karena unsur ini berpotensi membahayakan lingkungan, akan tetapi pengurangan BOD secara berlebihan hanya akan menghilangkan potensi manfaat hara dari limbah” ujarnya.

Lebih jauh, Dr. Gunawan mengungkapkan bahwa pemantauan logam berat dalam LCPKS di lahan kelapa sawit tidaklah mendesak. “Tanah marginal kebun kelapa sawit cenderung miskin logam berat, sehingga perhatian lebih baik diarahkan pada pengelolaan unsur hara,” tutupnya.

Pembicara selanjutnya disampaikan oleh Direktur Riset First Resources, Dr. Ir. Achmad Fathoni, M.P, yang menyoroti peluang besar dari pemanfaatan LCPKS melalui pendekatan LA dan MC. Menurutnya, pendekatan ini tidak hanya mendukung produktivitas tanaman, tetapi juga secara signifikan mengurangi emisi gas rumah kaca.

Turut hadir sebagai pembahas, Prof. Ir. Tjandra Setiadi, M.Eng., Ph.D. dari Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Johari Salleh dari KLK Agriservindo, yang ikut memberikan analisis mendalam dari sudut pandang akademis dan industri dalam menanggapi materi yang disampaikan. Diskusi ini menyoroti pentingnya sinergi antara inovasi teknologi dan keberlanjutan dalam pengelolaan LCPKS.

Prof. Tjandra menguraikan tiga tantangan utama dalam pengelolaan limbah cair kelapa sawit (POME) di masa depan. Pertama, keterbatasan lahan menjadi isu mendesak karena peningkatan produksi kelapa sawit membutuhkan lebih banyak ruang untuk pengolahan limbah. Kedua, regulasi lingkungan yang semakin ketat mengharuskan industri mengadopsi langkah-langkah untuk mengontrol dan mencegah pencemaran dengan standar tinggi. Ketiga, efisiensi pengolahan menuntut pengembangan teknologi yang hemat energi, ramah lingkungan, namun tetap terjangkau secara ekonomi.

Di sisi lain, ia juga memaparkan prospek positif dari pengelolaan LCPKS. Limbah ini memiliki potensi besar untuk dimanfaatkan sebagai pembangkit energi terbarukan melalui pengolahan biogas, serta dapat digunakan sebagai pupuk komersial yang kaya nutrisi untuk pertanian. Selain itu, penerapan teknologi hybrid menjadi salah satu solusi inovatif untuk memaksimalkan efisiensi pengolahan sekaligus mengurangi dampak lingkungan.

“Dengan menggabungkan pendekatan teknologi yang canggih dan kebijakan berkelanjutan, tantangan yang ada dapat diatasi, di saat bersamaan, peluang besar dalam pengelolaan LCPKS dapat dimaksimalkan,” ujar Prof. Tjandra.

Demikian, kegiatan yang diinisiasi oleh Pusaka Kalam dengan dukungan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) menjadi tonggak penting dalam upaya mengelola LCPKS secara optimal dan berkelanjutan. Ke depan, LCPKS dapat dimanfaatkan sebagai sumber daya dengan potensi besar untuk penambahan daya energi listrik dan pemanfaatan biogas sebagai penggerak kendaraan bermotor. Di saat bersamaan dapat berkontribusi dalam rangka pengurangan emisi gas rumah kaca.

Comments

Popular posts from this blog

Suara Alam

Jejak Waktu dalam Pesona Sari Ayu: Sebuah Perayaan

Konservasi Sejak dalam Pikiran