Banjir yang Diundang


"Mungkin Tuhan mulai bosan melihat tingkah kita,
yang selalu salah dan bangga dengan dosa-dasa,
atau alam mulai enggan bersahabat dengan kita.
Coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang."

Lirik lagu Ebit G. Ade di atas mungkin akhir-akhir ini sangat menggambarkan apa yang dirasakan saudara-saudara kita diberbagai penjuru negeri ini. Bencana banjir yang melanda beberapa daerah adalah contoh nyata yang kita hadapi.

Banjir adalah salah satu bencana alam yang sering terjadi di berbagai belahan dunia, terutama di negara-negara dengan curah hujan tinggi seperti Indonesia. Namun, dalam banyak kasus, banjir bukan sekadar fenomena alam yang tak terelakkan. Sering kali, banjir adalah hasil dari ulah manusia yang, secara sadar atau tidak, "mengundang" bencana tersebut melalui berbagai tindakan yang merusak lingkungan.

Penggundulan hutan, misalnya, menjadi salah satu faktor utama yang memperburuk risiko banjir. Hutan-hutan yang dahulu lebat dan mampu menyerap air kini hilang, digantikan oleh lahan kosong atau perkebunan yang tidak memiliki kapasitas yang sama dalam menyerap air. Ketika hujan deras turun, air yang seharusnya meresap ke dalam tanah kini mengalir bebas, mencari jalan yang lebih rendah dan menggenangi permukiman penduduk.

Selain itu, urbanisasi yang pesat juga memegang peran penting dalam mengundang banjir. Pembangunan gedung, jalan, dan infrastruktur lainnya sering kali dilakukan tanpa memperhitungkan dampaknya terhadap lingkungan. Beton dan aspal yang menutupi tanah memperkecil kemampuan tanah untuk menyerap air.

Alhasil, air hujan mengalir deras di permukaan, membentuk aliran besar yang akhirnya menyebabkan banjir.

Faktor lain yang turut memperburuk banjir adalah sistem drainase yang tidak memadai atau bahkan tidak terpelihara dengan baik. Banyak kota di Indonesia yang memiliki sistem drainase yang sudah tua dan tidak mampu menampung volume air hujan yang semakin besar setiap tahunnya. Sampah yang menumpuk di selokan juga menghambat aliran air, menyebabkan air meluap dan membanjiri jalan-jalan serta rumah-rumah.

Lebih parah lagi, di beberapa daerah, pembangunan dilakukan di daerah aliran sungai yang seharusnya dilindungi. Ketika hujan deras turun, sungai yang meluap tidak lagi memiliki ruang untuk menampung air tambahan, sehingga banjir pun tak terhindarkan.

Perubahan iklim global juga memiliki peran penting dalam meningkatnya frekuensi dan intensitas banjir. Suhu bumi yang semakin panas mengakibatkan pola cuaca yang tidak menentu, dengan musim hujan yang semakin ekstrem. Curah hujan yang tinggi dalam waktu singkat menyebabkan banjir bandang yang datang tiba-tiba dan merusak segala sesuatu di jalurnya.

Namun, perubahan iklim bukanlah penyebab tunggal. Dalam banyak kasus, banjir adalah konsekuensi dari ketidakpedulian manusia terhadap lingkungannya. Tanpa adanya upaya yang serius untuk melestarikan alam dan memperbaiki infrastruktur, banjir akan terus menjadi bencana yang diundang, bukan bencana yang datang secara alami.

Untuk mengurangi risiko banjir, diperlukan upaya kolektif dari berbagai pihak, mulai dari pemerintah, masyarakat, hingga sektor swasta. Reboisasi atau penanaman kembali pohon di daerah-daerah kritis dapat membantu meningkatkan daya serap tanah terhadap air. Selain itu, pembangunan sistem drainase yang lebih baik dan terencana, serta pengelolaan sampah yang lebih efektif, dapat mencegah terjadinya genangan air yang berujung pada banjir.

Pendidikan kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga lingkungan juga harus digalakkan. Masyarakat perlu disadarkan bahwa tindakan-tindakan kecil, seperti tidak membuang sampah sembarangan, dapat berdampak besar dalam mencegah banjir.

Banjir adalah bencana yang, meskipun sering dianggap tak terelakkan, sebenarnya dapat dicegah atau setidaknya diminimalisir dampaknya jika manusia lebih bijaksana dalam mengelola lingkungan. Setiap tindakan kita, baik yang besar maupun yang kecil, memiliki konsekuensi terhadap alam. Jika kita terus merusak alam tanpa memikirkan dampaknya, maka banjir dan bencana alam lainnya akan terus datang – diundang oleh ulah kita sendiri. 

Comments

Popular posts from this blog

Suara Alam

Jejak Waktu dalam Pesona Sari Ayu: Sebuah Perayaan

Konservasi Sejak dalam Pikiran