Emisi Sepak Bola dan Janji Netral Carbon*
Event sepakbola paling akbar sejagat atau FIFA World Cup tengah bergulir. Kali ini, FIFA (Federation Internationale de Football Association) sebagai pihak penyelenggara mempercayakan Qatar sebagai tuan rumah untuk menggelar ajang paling bergengsi tersebut. Tak ayal, pecinta olahraga sepakbola di seluruh penjuru dunia pun ramai-ramai mengunjungi Qatar untuk dapat menyaksikan turnamen empat tahunan ini secara langsung dari tribun penonton.
Ditetapkan
Qatar sebagai tuan rumah piala dunia 2022 memang terdengar cukup ganjil, karena
negara ini tak punya industri sepakbola untuk dilihat jika dibandingkan dengan
Korea Selatan, Jepang, Thailand, ataupun Indonesia. Tetapi itulah Qatar, negara
ini terlalu kuat secara ekonomi. Jika negara lain selalu
menjadikan piala dunia sebagai titik tolak pembangunan infrastruktur, Qatar
tidak demikian. Mereka lebih mencari letak posisi negara dalam pergaulan dunia.
Eeh, malah melenceng membahas kekuatan ekonomi
dan pembangunan infrastruktur. Ya, tentu saja tidak.
Seperti judul di atas, tulisan ini akan
mengulas bagaimana peran industri sepakbola dalam mendukung upaya meminimalisir
terjadinya perubahan iklim. Dan, seperti apa FIFA sebagai induk sepakbola
internasional ikut terlibat bersama untuk memenuhi tujuan Perjanjian Paris.
Tetapi, sebelum melangkah lebih jauh, ada
baiknya kita melihat laporan yang dipublikasikan lembaga lingkungan
perserikatan bangsa-bangsa (UNEP/United Nations Environment Programme) pada
22 Oktober lalu terlebih dahulu.
Dalam laporan yang berjudul The Closing Window: Climate crisis calls for rapid transformation of
societies tersebut, UNEP mendesak seluruh
negara-negara untuk memacu transformasi struktural dalam upaya mencegah
terjadinya krisis iklim atau bencana iklim. Setidaknya, negara-negara
di seluruh dunia harus secara radikal dapat mengurangi gas rumah kaca dalam
tingkatan yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Perubahan
radikal tersebut mencakup seluruh sistem penunjang ekonomi, seperti aspek
kelistrikan, transportasi, industri, dan konstruksi sebagai satu-satunya
harapan yang tersisa, untuk memacu pengurangan emisi secara lebih signifikan.
Hanya dengan melakukan perubahan secara radikal, kesepakatan Perjanjian Paris
dapat tercapai.
Lantas, apa
korelasinya dengan industri olahraga terutama sepakbola?
Nah, dunia
olahraga sebagai salah satu sektor industri nyatanya paling banyak memberikan
multi efek pada industri lainnya. Banyak hal bisa terlibat dalam industri
olahraga seperti; perhotelan, transportasi, pariwisata, event organizer,
broadcasting, dan masih banyak lagi yang bisa saling terkait. Sepakbola sebagai
salah satu cabang olahraga yang paling digemari di seluruh dunia pun demikian.
Dengan kata lain, dampak industri olahraga terutama
sepakbola terhadap perubahan iklim sangat kompleks, tergantung pada ukuran
organisasi dan/atau turnamen. Namun, sebagian besar organisasi dan penggemar sepakbola
sekarang akan mengakui bahwa kontribusi sepakbola terhadap perubahan iklim –
terkait perjalanan, penggunaan energi, konstruksi, dan sebagainya – cukup
besar.
Sebagai contoh dalam hal kelistrikan misalnya,
sebuah artikel berjudul How much electricity do stadium use? Menjelaskan
bahwa stadion merupakan bangunan yang sangat kompleks dan membutuhkan energi
cukup besar untuk beroperasi. Lebih detail, dalam artikel tersebut diuraikan
bahwa selama 90 menit (waktu normal pertandingan sepakbola), sebuah stadion
dapat mengkonsumsi listrik hingga 25.000 kWh. Energi yang di konsumsi dalam 90
menit itu bahkan setara dengan daya 12 rumah yang beroperasi selama setahun.
Contoh di atas baru menggambarkan penggunaan
listrik dalam sekali pertandingan. Belum lagi ketika kita menghitung emisi dari
persiapan infrastruktur dan transportasi, juga energi yang terkuras selama
persiapan hingga event selesai. Atau, bisa dibayangkan dalam gelaran piala
dunia seperti di Qatar saat ini yang akan berlangsung kurang lebih sebulan,
berapa energi yang terkuras? Lalu berapa emisi yang dihasilkan?
Sekali lagi, ini baru satu event, belum lagi
gelaran liga, turnamen domestik, dan sebagainya yang berlangsung di banyak
negara.
Jika melihat komitmen FIFA akan hal ini, Gianni
Infantino selaku pimpinan tertinggi dalam olahraga si kulit bundar ini telah
mengeluarkan pendapatnya bahwa olahraga tidak kebal terhadap perubahan iklim.
Dalam dunia sepakbola khususnya, para pemain baik yang amatir maupun
profesional sangat terpengaruh dengan perubahan iklim. Faktor cuaca yang tak
menentu akan mempengaruhi kemampuan para pemain dan meningkatkan risiko
kesehatan mereka.
Pertanyaannya, jika
industri sepakbola tidak bertransformasi dan beralih ke penggunaan energi
terbarukan, apakah industri sepakbola dapat berkontribusi meminimalisir
perubahan iklim dan ikut terlibat dalam menurunkan emisi?
Terkait peran
industri sepakbola dalam meminimalisir perubahan iklim dan ikut berkontribusi
menurunkan emisi. Hal ini telah diatur dalam laporan yang dirilis
FIFA bertajuk FIFA Climate Strategy: Making
football climate resilient and mitigating our impact on climate change. Dalam
laporan tersebut dijelaskan bahwa FIFA telah berkolaborasi dengan United
Nations Climate Change Conference (UNFCCC) sejak 2016 dan bergabung dalam
kampanye Climate Neutral Now guna membantu mencapai tujuan Perjanjian
Paris.
Gianni Infantino juga
menambahkan bahwa FIFA berkomitmen untuk melindungi lingkungan, keanekaragaman
hayati dan iklim. FIFA akan mengurangi konsumsi sumber dayanya, serta
mengkonsolidasikan dan lebih meningkatkan pengelolaan risiko, kewajiban, dan
peluang lingkungannya dengan tujuan mengurangi dampak negatif terhadap
lingkungan.
Walaupun
terdengar klise, tetapi dalam beberapa hal, FIFA telah mengambil
langkah-langkah serius dalam mengurangi emisi dan mengimbangi jejak karbon. Misalnya,
piala dunia sebagai agenda resmi FIFA didesain dan terus berbenah untuk dapat
meminimalisir emisi karbon. Hal ini terlihat dari syarat menjadi tuan rumah
piala dunia setidaknya harus memiliki stadion yang memenuhi standar ramah lingkungan.
Selain
itu, yang tak kalah penting, FIFA sebenarnya memiliki visi menjadi netral iklim
pada tahun 2040. Organisasi yang bermarkas di Swiss ini juga berupaya menjadikan
sepakbola sebagai alat pemersatu guna mendorong kesadaran dan tindakan iklim
global. Karena, sepakbola merupakan salah satu penyumbang sekaligus korban dari
pemanasan global itu sendiri. Namun sepakbola berada dalam posisi unik untuk
menjadi bagian dari solusi karena beberapa alasan.
Pertama, platform sosialnya yang luas
menjadikan sepakbola sebagai alat yang strategis dalam mempengaruhi sikap
masyarakat. Kedua, sepakbola dapat memainkan peran penting dalam mendidik dan
meningkatkan kesadaran terhadap pemanasan global dan masalah lingkungan yang
lebih luas, termasuk mempromosikan gaya hidup sehat yang berkelanjutan.
Dalam
hal ini, atlet dan tim dapat menjadi panutan bagi pendukungnya. Mereka dapat
menggunakan status sosial mereka untuk mendidik komunitas masyarakat tentang
perubahan iklim, memotivasi mereka untuk mengubah gaya hidup demi kemajuan
planet ini. Mengingat pengikut mereka yang luas, atlet dan tim dapat bertindak
sebagai panutan, meningkatkan kesadaran dan perilaku teladan, terutama di
kalangan anak muda.
Sebagai
penggemar sepakbola, jargon sepakbola bukan sekedar sebuah pertandingan, tetapi
harus juga menyangkut upaya untuk mendorong perubahan, salah satunya mendorong
peralihan energi dari fosil ke energi terbarukan. Semua demi keberlanjutan bumi
dan kehidupan kita bersama. Dengan demikian, sudah saatnya sepakbola juga berubah menjadi lebih
hijau ke depannya.
.......
* Tulisan ini pernah terbit pada rubrik opini Malut Post
Comments